Juli Arianto
10207613/ 2EA07
Petruk adalah
tokoh punakawan dalam pewayangan Jawa, di pihak keturunan/trah Witaradya.
Petruk tidak disebutkan dalam kitab Mahabarata. Jadi jelas bahwa kehadirannya
dalam dunia pewayangan merupakan gubahan asli Jawa. Di ranah Pasundan, Petruk
lebih dikenal dengan nama Dawala atau Udel.
Masa lalu
Menurut
pedalangan, ia adalah anak pendeta raksasa di pertapaan dan bertempat di dalam
laut bernama Begawan Salantara. Sebelumnya ia bernama Bambang Pecruk
Panyukilan. Ia gemar bersenda gurau, baik dengan ucapan maupun tingkah laku dan
senang berkelahi. Ia seorang yang pilih tanding/sakti di tempat kediamannya dan
daerah sekitarnya. Oleh karena itu ia ingin berkelana guna menguji kekuatan dan
kesaktiannya. Di tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Sukodadi dari pertapaan
Bluluktiba yang pergi dari padepokannya di atas bukit, untuk mencoba
kekebalannya. Karena mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah perang
tanding. Mereka berkelahi sangat lama, saling menghantam, bergumul,
tarik-menarik, tendang-menendang, injak-menginjak, hingga tubuhnya menjadi
cacat dan berubah sama sekali dari wujud aslinya yang tampan. Perkelahian ini
kemudian dipisahkan oleh Smarasanta (Semar) dan Bagong yang mengiringi Batara
Ismaya. Mereka diberi petuah dan nasihat sehingga akhirnya keduanya menyerahkan
diri dan berguru kepada Smara/Semar dan mengabdi kepada Sanghyang Ismaya.
Demikianlah peristiwa tersebut diceritakan dalam lakon Batara Ismaya Krama.
Karena perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian berganti nama. Bambang
Pecruk Panyukilan menjadi Petruk, sedangkan Bambang Sukodadi menjadi Gareng.
Istri dan keturunan
Petruk
mempuyai istri bernama Dewi Ambarwati, putri Prabu Ambarsraya, raja Negara
Pandansurat yang didapatnya melalui perang tanding. Para pelamarnya antara
lain: Kalagumarang dan Prabu Kalawahana raja raksasa di Guwaseluman. Petruk
harus menghadapi mereka dengan perang tanding dan akhirnya ia dapat mengalahkan
mereka dan keluar sebagai pemenang. Dewi Ambarwati kemudian diboyong ke
Girisarangan dan Resi Pariknan yang memangku perkawinannya. Dalam perkawinan
ini mereka mempunyai anak lelaki dan diberi nama Lengkungkusuma.
Petruk dalam lakon pewayangan
Oleh karena
Petruk merupakan tokoh pelawak/dagelan (Jawa), kemudian oleh seorang dalang
digubah suatu lakon khusus yang penuh dengan lelucon-lelucon dan kemudian
diikuti dalang-dalang lainnya, sehingga terdapat banyak sekali lakon-lakon yang
menceritakan kisah-kisah Petruk yang menggelikan, contohnya lakon Pétruk Ilang
Pethèlé ("Petruk kehilangan kapaknya").
Dalam kisah
Ambangan Candi Spataharga/Saptaraga, Dewi Mustakaweni, putri dari negara
Imantaka, berhasil mencuri pusaka Jamus Kalimasada dengan jalan menyamar
sebagai kerabat Pandawa (Gatutkaca), sehingga dengan mudah ia dapat membawa
lari pusaka tersebut. Kalimasada kemudian menjadi rebutan antara kedua negara
itu. Di dalam kekeruhan dan kekacauan yang timbul tersebut, Petruk mengambil
kesempatan menyembunyikan Kalimasada, sehingga karena kekuatan dan pengaruhnya
yang ampuh, Petruk dapat menjadi raja menduduki singgasana Kerajaan Lojitengara
dan bergelar Prabu Welgeduwelbeh. Lakon ini terkenal dengan judul Petruk Dadi
Ratu ("Petruk Menjadi Raja"). Prabu Welgeduwelbeh/Petruk dengan
kesaktiannya dapat membuka rahasia Prabu Pandupragola, raja negara
Tracanggribig, yang tidak lain adalah kakaknya sendiri, yaitu Nala Gareng. Dan
sebaliknya Bagong-lah yang menurunkan Prabu Welgeduwelbeh dari tahta kerajaan
Lojitengara dan terbongkar rahasianya menjadi Petruk kembali. Kalimasada
kemudian dikembalikan kepada pemilik aslinya, Prabu Puntadewa.
Hubungan dengan punakawan lainnya
Petruk dan
panakawan yang lain (Semar, Gareng dan Bagong) selalu hidup di dalam suasana
kerukunan sebagai satu keluarga. Bila tidak ada kepentingan yang istimewa,
mereka tidak pernah berpisah satu sama lain. Mengenai Punakawan, punakawan
berarti ”kawan yang menyaksikan” atau pengiring. Saksi dianggap sah, apabila
terdiri dari dua orang, yang terbaik apabila saksi tersebut terdiri dari
orang-orang yang bukan sekeluarga. Sebagai saksi seseorang harus dekat dan mengetahui
sesuatu yang harus disaksikannya. Di dalam pedalangan, saksi atau punakawan itu
memang hanya terdiri dari dua orang, yaitu Semar dan Bagong bagi trah
Witaradya.
Sebelum
Sanghyang Ismaya menjelma dalam diri cucunya yang bernama Smarasanta (Semar),
kecuali Semar dengan Bagong yang tercipta dari bayangannya, mereka kemudian
mendapatkan Gareng/Bambang Sukodadi dan Petruk/Bambang Panyukilan. Setelah
Batara Ismaya menjelma kepada Janggan Smarasanta (menjadi Semar), maka Gareng
dan Petruk tetap menggabungkan diri kepada Semar dan Bagong. Disinilah saat
mulai adanya punakawan yang terdiri dari empat orang dan kemudian mendapat
sebutan dengan nana ”parepat/prapat”.
Gambar Petruk